Download versi cetak: 1240_1413_KebaktianPagi_2025-30-NovEA

Janji Allah kepada Abraham

Kejadian 16:1-15

Pdt. Dr. Stephen Tong

*Ringkasan khotbah ini belum diperiksa pengkhotbah

Sebagian besar dari kita mungkin tidak menjadikan bagian Alkitab yang kita baca sebagai ayat-ayat favorit. Cerita di dalam bagian ini terasa agak aneh untuk ditemukan di dalam Alkitab. Kisah ini bercerita mengenai bapak leluhur yang telah dijanjikan oleh Tuhan Allah akan memperoleh seorang anak. Namun, sebelum anak yang dijanjikan itu lahir, dia memakai cara surrogate melalui hamba istrinya. Setelah hamba itu hamil, hamba itu ditindas sampai dia kabur. Kemudian hamba itu didatangi oleh Tuhan dan diperintahkan untuk kembali ke tuannya, meskipun ini berarti bahwa dia akan ditindas lagi.

Kalau kita perhatikan di dalam kitab Kejadian, maka cerita tentang Ismail itu tidak berlanjut. Jadi, untuk apa bagian dari Alkitab ini dicatat? Cerita tentang keturunan Ismail itu tidak banyak tercatat di dalam Alkitab. Terkadang ketika orang bingung, orang memaksakan arti-arti tertentu di dalamnya. Ada yang mengatakan, karena Abraham tidak taat kepada Tuhan, akhirnya muncullah Ismail, bapak moyangnya orang Arab, orang-orang Islam itu, dan sekarang terjadi permusuhan. Namun, ini sebetulnya secara hermeneutic agak ceroboh. Karena kalau kita melihat di dalam Alkitab, orang-orang keturunan Ismail itu tidak menjadi lawan-lawan tradisionalnya Israel.

Maka untuk mengerti mengapa bagian ini tercatat di dalam Alkitab, kita perlu untuk kembali dari lebih awal lagi. Kitab Kejadian ini adalah kitab pertama dari seluruh Alkitab dan adalah kitab pertama dari lima kitab Musa. Maka Kitab Kejadian ini sangat terkait dengan Musa dan sebagian besar ditulis oleh Musa. Kita tentu percaya bahwa ini adalah Firman Tuhan, tetapi Tuhan memakai manusia yang menulis dengan intensi dan segala macam situasi manusia. Ketika Musa menuliskan Kitab Kejadian sampai Ulangan, dia tidak menulis karena sedang menganggur atau karena sekedar kepingin. Musa menuliskan cerita sejarah tertentu di dalam kitab Kejadian dengan agenda tertentu.

Tuhan memakai Musa untuk menjalankan satu buah agenda besar, yaitu membawa Israel keluar dari Mesir dan nantinya membawa mereka masuk ke dalam tanah Kanaan melalui penerusnya. Untuk itu, Israel itu perlu punya pemikiran di dalam kepala mereka bahwa Mesir itu bukan agenda yang baik, mereka harus keluar dari Mesir. Meskipun Israel diperbudak oleh Mesir, tetapi tidak berarti orang yang diperbudak, menderita, dan hidup sulit itu ingin keluar, tidak selalu demikian. Orang-orang Israel di Mesir, di tanah Gosyen, memang mereka menderita, tetapi Mesir adalah sebuah empire yang sangat besar dan mengagumkan. Jadi, meskipun mereka hidup di Mesir diperbudak, itu menjadi kebanggaan mereka yang paling utama, karena mereka itu bisa berguna bagi Mesir.

Oleh karena itu, tidak gampang  bagi Musa untuk mengajak Bangsa Israel keluar dari Mesir. Bukan sekedar karena mereka Mesir memiliki army yang kuat.  Ketika Bangsa Israel berada di padang gurun, sudah keluar dari Mesir dan Mesir sudah dikalahkan, orang-orang Israel masih bisa ingin kembali ke Mesir, contohnya karena ingin bawang prei (Bilangan 11:4). Mesir itu memang adalah tempat perbudakan, tetapi mereka berhasil menanamkan di dalam kepalanya orang-orang Israel bahwa ini adalah tempat yang membanggakan. Maka Musa perlu untuk memberikan narasi yang kuat untuk membawa Israel keluar dari Mesir. Dengan pengertian seperti inilah kita membaca kitab Kejadian pasal 16.

Musa menceritakan bahwa Israel adalah keturunan Abraham dan keturunan Abraham itu akan menjadi berkat bagi semua bangsa. Maka bukan untuk berbangga menjadi budak-budaknya Mesir, tetapi Israel harus menjadi berkat bagi semua bangsa. Hal ini hanya bisa terjadi kalau mereka keluar dari Mesir. Apakah mungkin, apakah kepingin mereka keluar dari Mesir? Tidak mungkin. Karena itu perlu ditekankan adanya janji Tuhan yang pasti Tuhan genapi. Maka di dalam Kejadian pasal 15, kita mendapati Tuhan Allah menegaskan janji-Nya kepada Abraham bahwa Israel itu sungguh-sungguh akan menggenapkan janji Tuhan, yaitu menjadi berkat bagi semua bangsa.

Di dalam Kejadian pasal 15, tercatat sebuah tindakan ikat janji, yaitu binatang dibelah menjadi dua, lalu dua orang berjalan di tengah-tengahnya. Menunjukkan kalau sampai kami melanggar janji ini, maka kami akan mati seperti binatang ini. Namun, di dalam Kejadian pasal 15, yang lewat di tengah-tengah binatang itu adalah suluh perapian, bukan Abraham. Artinya, Tuhan Allah yang menegaskan bahwa janji-Nya yang sudah Dia janjikan kepada Abraham dan keturunannya itu pasti digenapi.

Sekarang di dalam Kejadian pasal 16, kita mendapati Abraham dan Sarai sudah sampai di tanah Kanaan. Di dalam ayat yang ketiga dikatakan, “yakni ketika Abraham telah 10 tahun tinggal di tanah Kanaan.” Apakah janji Tuhan sudah digenapi? Sudah, karena mereka sudah berada di tanah Kanaan. Namun, apakah mereka sudah mempunyai keturunan? Belum. Jadi, apakah janji Tuhan sudah digenapi, atau setengah digenapi, atau bagaimana?

Perihal janji, ada yang lebih wajar digenapi dalam waktu dekat, ada yang lebih wajar digenapi dalam waktu yang lebih panjang. Maka, mengenai janji untuk mendapatkan anak bagi perempuan lansia, kira-kira lebih wajar digenapinya dalam waktu dekat atau panjang? Bagi orang-orang yang berusia cukup lanjut yang berharap untuk mempunyai anak, waktu tidak menjadi teman terbaiknya. Oleh karena itu, setelah mereka tinggal 10 tahun di tanah Kanaan, tetapi belum ada tanda-tanda kehamilan, ini menjadi masalah. Maka bagaimana seharusnya kita bereaksi terhadap janji Tuhan yang belum digenapi?

Saya sempat mengatakan bahwa orang Kristen kalau bertemu dengan janji-janji dalam Firman Tuhan yang kelihatan luar biasa, tetapi tidak digenapi di dalam kehidupan mereka, biasanya mereka akan melakukan moderasi. Contohnya, di dalam Mazmur pasal pertama dicatat, “berbahagialah orang yang hidup merenungkan Firman Tuhan siang dan malam, dia akan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, menghasilkan buah pada musimnya, apa pun saja yang diperbuatnya berhasil.” Apakah ini benar-benar terjadi di dalam hidup kita? Mungkin tidak. Jadi bagaimana? Ya sudah, tidak apa-apa.

Mengapa demikian? Karena sebagian besar di antara kita mendengarkan janji-janji yang ada dalam Firman Tuhan itu bukan melalui membaca Firman Tuhan, tetapi melalui para marketing-nya Tuhan, yaitu pendeta. Ini satu hal yang menyedihkan. Banyak di antara kita yang tidak betul-betul melakukan self-study terhadap bagian-bagian Firman Tuhan, tetapi kita hanya mendengarnya dari hamba Tuhan. Meskipun kita mempunyai hamba-hamba Tuhan yang sangat bertanggung jawab dan baik, tetapi persepsi kita mengenai hamba Tuhan adalah marketing-nya Tuhan. Orang marketing pasti akan mencoba menjual sesuatu dengan cara yang berlebihan. Persepsi kita adalah bahwa Hamba Tuhan mengiklankan tentang Tuhan dengan luar biasa, tetapi sebetulnya tidak sampai seperti itu.

Begitu juga orang-orang Israel ini, mereka berpikir, “Apakah mungkin orang-orang seperti kami, yang dibesarkan di Mesir ini mau dipakai Tuhan untuk menjadi berkat bagi semua bangsa?” Masa model-model seperti ini, Tuhan mau pakai untuk menjadi berkat yang besar? Namun, apakah begitu sudah sikap kita semestinya? Sekedar menerima saja. Kalau kita menilik dari ke tidak layakkan kita, kita boleh sekedar menerima saja. Namun, kalau kita menilik kepada kuasa Tuhan dan Tuhan yang mengotot, kita tidak bisa sekedar menerima saja. Saya sangat terganggu dengan orang yang selalu memiliki perasaan, ya sudah sekedar terima saja yang dari Tuhan itu. Sebaliknya, saya lumayan senang kalau di dalam gereja itu ada hamba Tuhan yang menuntut khotbahnya harus begini dan jemaat harus terberkati.

Di dalam hal ini, kita masih bisa meneladani Sarai. Sarai tidak sekedar menerima saja, melainkan dia mengambil inisiatif.  Sarai mengambil inisiatif dengan memberikan Hagar kepada Abram. Ini merupakan suatu hal yang lumayan wajar pada waktu itu. Namun, kalau kita perhatikan di dalam cara penulisannya, penulis itu sedang menyelipkan sesuatu yang membuat kita alert. Di sini tercatat, seorang istri mengambil lalu memberikan kepada suaminya. Bukankah penulisan ini mengingatkan kita akan Adam dan Hawa? Hawa yang mengambil buah terlarang itu lalu memberikan kepada suaminya, setelah itu disaster terjadi. Kita diajak untuk melihat bahwa ada yang salah di dalam bagian ini.

Apa yang sebetulnya terjadi di sini? Sarai adalah istrinya Abram, tetapi Sarai juga memanggil dan menganggap Abram sebagai tuan. Di jaman itu, perempuan memandang suami itu sebagai tuannya. Di dalam Kejadian 12, Sarai ikut Abram sampai ke tanah Kanaan, tetapi terjadi kelaparan di tanah itu sehingga mereka harus pergi ke Mesir. Ketika mereka sampai di Mesir, Sarai diperintahkan untuk mengaku sebagai adiknya Abram, lalu Sarai diambil oleh Firaun dan Abram mendapatkan uang. Maka Sarai yang sudah mengikuti tuannya, Abram, dia mengikuti dia sampai mengalami kepahitan. Dia hidup hanya sebagai pion saja. Namun, sekarang Sarai mendapat kesempatan untuk mempunyai pion yang bernama Hagar. Nama Hagar ini tidak pernah dipanggil atau disebut oleh tokoh manusia, baik Abram atau Sarai. Mereka selalu menyebut Hagar sebagai hambamu, hambaku, budakmu, dan budakku. Maka seseorang yang pernah diperlakukan sebagai pion, dia akan melahirkan pion-pion yang lain, karena kepahitan itu melahirkan kepahitan yang lain. Seseorang yang dibentuk di dalam kepahitan, dia akan memiliki kecenderungan yang besar dan kreativitas untuk melakukan kepahitan kepada orang lain juga.

Maka kenyataan bapak moyang dari orang Israel itu seperti ini. Musa mau berkampanye supaya bangsa Israel keluar dari Mesir, karena Mesir itu jahat. Tetapi kenyataannya,  bapak moyang orang Israel menganiaya orang Mesir. Hagar dianiaya dan ditindas sampai dia melarikan diri. Ini bukanlah sebuah penindasan yang biasa, karena pada umumnya budak memang mengalami penindasan. Setelah Hagar melarikan diri, maka narasi dari bagian ini mengikuti Hagar yang sedang melarikan diri. Hagar kemudian bertemu dengan malaikat Tuhan, yang adalah semacam pribadi yang lain dari Allah. Di bagian ini, Hagar untuk pertama kalinya mendengar nama dia disebut, bukan oleh tuan Abram, bukan oleh nyonya Sarai, tetapi oleh Tuhan sendiri. Hagar kemudian mendapatkan janji dari Tuhan dan setelah itu dia disuruh kembali kepada nyonyanya. Setelah Hagar mengalami itu semua, dia memuji Tuhan, bahkan hari itu dia menamai Tuhan dengan nama El Roi, yaitu Allah yang melihat aku.

Kita semua tahu bahwa melihat adalah sebuah perbuatan yang mahal. Banyak orang yang akan membayar harga yang mahal, supaya orang-orang melihat mereka. Ini terjadi dimana-mana, bahkan di dalam gereja juga terjadi demikian. Maka seperti Hagar, siapa yang mau melihat dia? Tetapi, ada satu mata yang stuck kepada dia, yaitu matanya Tuhan. Tidak heran dia sampai menyebut Allah dengan nama El Roi, Allah sudah melihat aku. Episode ini seharusnya berhentinya sampai di sini, karena sudah cukup indah. Namun tidak, Tuhan memerintahkan Hagar untuk kembali kepada Abram dan Sarai. Maka ini sesuatu yang penting, Tuhan bisa memberkati seluruh dunia, tetapi Dia mengotot untuk memberikan berkat bagi seluruh dunia hanya melalui umat Tuhan. Meskipun Abram abusive kepada istrinya dan Sarai abusive kepada Hagar, Tuhan akan membuat mukjizat dan mengubahkan mereka. Di dalam pasal 18 nanti, Tuhan menegaskan poin ini, bahwa hanya dari Sarai, Abraham akan mempunyai anak perjanjian itu. Maka anak itu dinamakan Ishak, karena Sarai tertawa. Memang ide bahwa lansia bisa melahirkan adalah ide konyol yang pantas ditertawakan. Sama konyolnya dengan mengatakan bahwa Abram dan keturunannya akan dipakai menjadi berkat bagi semua bangsa. Sama konyolnya dengan mengatakan bahwa orang-orang seperti kita ini bisa dipakai Tuhan jadi berkat. Itu semua adalah ide-ide yang pantas ditertawakan.

Pada waktu saya berusia 20-an, terkadang saya menghabiskan malam saya dengan pergi ke kuburan. Saya diam di sana dan berharap setan muncul, karena saya mau mengajak setan itu untuk berkelahi. Kalau saat ini ada pemuda yang seperti saya, kira-kira apakah dia akan diberikan konseling? Anak muda yang bermasalah, bahkan tidak ada manusia yang berpikir sedikit pun anak muda ini bisa sedikit saja jadi berkat. Kalau tidak menjadi masalah bagi orang lain saja sudah lumayan. Namun, Tuhan itu terkadang mengotot ya, kalau Tuhan mau memakai seseorang, Dia pasti akan membuka jalan dan memakai orang tersebut. Meskipun idenya pantas untuk ditertawakan.

Kejadian 21:6 kemudian akan mencatat, “Berkatalah Sara: “Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarkannya akan tertawa karena aku. Lagi katanya, “Siapakah tadinya yang dapat mengatakan kepada Abraham: Sara menyusui anak? Namun aku telah melahirkan seorang anak laki-laki baginya pada masa tuanya. Sarai akan tertawa, tetapi tawanya bukan lagi tertawaan nyinyir, tawanya adalah tertawaan kagum, bingung, dan heran mencampur jadi satu. Ini semestinya menjadi tertawaan saudara dan saya juga. Secara manusia, mana bisa orang yang seperti kita ini dipakai oleh Tuhan untuk menjadi berkat? Tetapi Tuhan menyajikan di hadapan kita cerita-cerita yang kelihatan menggelikan, yang lebih fantastis daripada dongeng. Kepada orang berdosa, Allah memberikan Anak-Nya yang suci, mati di atas kayu Salib, supaya kita semua bisa dipakai menjadi berkat. Bukankah ide seperti itu adalah ide yang patut untuk kita tertawakan?  Kita akan tertawa, pertama-tama tertawa sinis lalu sampai melihat itu adalah benar, kita mengubah versi tertawaan kita. Maka kita bersyukur ada anak perjanjian, ada Ishak. Itulah sebabnya Israel harus keluar dari Mesir, untuk masuk ke dalam tanah Kanaan dan menjadi berkat. Amin. Mari kita berdoa.