Dua Sisi dari Karakter Allah

Yunus 4:1-4

Pdt. Ivan Adi Raharjo, M.Th.

*Ringkasan khotbah ini belum diperiksa pengkhotbah.

Kita akan melanjutkan eksposisi kita dengan surat Yunus 4:1-4. Di ayat 1 ayat 4, pembukaan dan penutup, ada kata yang sama yaitu heat anger atau hot anger, murka yang sangat panas menyala-nyala. Dan di ayat pertama ada dua kali disebutkan kata “ra” yaitu evil, dan di ayat 3-4 ada dua kali disebutkan kata good, kebalikannya. Tetapi kemudian juga bagaimana di ayat 2-3 ada ucapan “Ya Tuhan”, seruan kepada Tuhan yang adalah doa Yunus. Isi doa Yunus menyatakan karakter Allah yang dia sembah itu yang menjadi inti utama dari bagian ini.
 
Akhirnya kita sampai kepada pasal akhir kisah Yunus. Saya tidak tahu bagaimana dengan Saudara tetapi kalau saya pribadi, saya rasa jarang mendengar kisah Yunus ini diceritakan sampai pasal 4. Dahulu waktu di Sekolah Minggu atau baca buku anak-anak tentang Yunus, biasanya ceritanya itu berhenti sampai pasal ketiga. Karena bukankah kalau cerita Yunus ini berhenti di pasal ketiga maka ceritanya jadi lebih bersih, jadi lebih make sense, alurnya lebih enak dan happy ending? Dimulai dari kisah seorang nabi yang dipanggil Tuhan untuk pergi penginjilan tetapi nabi itu tidak mau menjalankan panggilan itu. Tuhan terus kejar dia dan dengan berbagai hajaran yang Tuhan berikan, akhirnya Tuhan push dia beritakan Injil. Dan setelah Yunus memberitakan Injil dengan khotbah yang kelihatannya agak terbatas, hanya lima kata khotbahnya, tetapi terjadi kebangunan besar dan banyak orang bertobat.
 
Kita bisa belajar banyak hal dari kisah ini jikalau alurnya hanya seperti itu. Kita lihat kalau selesainya di pasal ketiga happy ending, problemnya itu adalah dari kacamata kita orang modern. Tetapi kalau kita baca itu dari kacamata orang Israel pada zaman Yunus, kita merasa pasal ketiga pun bukan happy ending tetapi sangat unexpected. Waktu mereka baca Yunus akhirnya pergi ke Niniwe, lalu berkhotbah dalam 40 hari Niniwe akan ditunggangbalikkan, saya rasa orang Israel ketika membaca kisah itu sampai titik itu mereka bisa expect dua macam hasil. Yang pertama paling mungkin Yunus mati, entah dipenggal, dikuliti, dijadikan sate oleh orang Niniwe yang kejam, dia jadi martirnya orang Israel. Atau kemungkinan kedua yang sepertinya lebih penuh pengharapan yaitu Allah betul-betul menggenapi apa yang Yunus nubuatkan, Allah betul-betul menghancurkan Niniwe. Tetapi ternyata hasil yang terjadi, orang Niniwe bertobat. Dan waktu orang Niniwe bertobat, saya rasa orang Israel bertanya-tanya. Karena bagaimana mungkin orang sekejam Niniwe bertobat gara-gara khotbah yang hanya lima kata? Tetapi di Yunus 3:10, ketika mereka melihat reaksi Allah terhadap pertobatan Niniwe, yaitu Allah mengampuni mereka, saya rasa mereka bertanya-tanya lebih heran lagi. Kenapa bisa terjadi seperti ini? Pasal ketiga pun sebetulnya sangat unexpected.
 
Dan itu yang exactly menjadi reaksi Yunus di pasal 4. Dan pasal 4 ini bukan hanya sekadar melanjutkan kisah Yunus, tetapi mengakhiri kisah Yunus dengan cerita yang aneh luar biasa. Tetapi sekalipun aneh, ternyata ini adalah kisah-kisah di pasal keempat yang akhirnya memberikan kepada kita kunci untuk mengerti sebetulnya apa yang terjadi di pasal 1-3. Makanya dikatakan tidak bisa kita mengerti Kitab Yunus dengan hanya satu kali baca, karena waktu baca pertama kali kita punya kesan yang berbeda tentang pasal 1-3. Ketika kita mengerti apa yang disampaikan di pasal keempat, kita langsung membaca pasal 1-3 dengan berbeda.
 
Karena di pasal keempat ini kita melihat reaksi yang mungkin bagi kita juga aneh. Reaksi Yunus itu ibarat seorang pemahat patung yang akhirnya berhasil menyelesaikan mahakaryanya memahat patung, yang akhirnya diakui dunia, dan menempatkannya di Louvre Museum. Bukankah sebagai pemahat itu kita harusnya bangga, harusnya senang, harusnya bersyukur? Tetapi dalam cerita Yunus ini berbeda, Yunus berhasil berkhotbah mempertobatkan bangsa yang paling kejam, tetapi bukannya bersyukur dan bersukacita, Yunus malah merasa sangat kesal, susah hati dan marah meluap-luap. Di ayat pertama dikatakan bagaimana pertobatan Niniwe, keselamatan yang Allah berikan pada Niniwe itu sangat mengesalkan hati Yunus. Kalau dalam bahasa aslinya itu ada dua kali disebut kata evil, dan bahkan yang kedua kali kata evil itu disebutkan sebagai great evil, suatu kejahatan besar. Apa yang bagi Yunus adalah sesuatu yang disebut evil atau kejahatan? Dan ini bukan sekadar evil, dikatakan ini great evil. Dalam kisah Yunus, ini cerita parodi, banyak hal absurd yang komikal, maka banyak kata great itu muncul. Ada Niniwe, kota yang besar itu; ada angin besar; badai besar; ikan besar; sekarang ada kejahatan besar. Begitu jahatnya ini di mata Yunus sampai dikatakan dia itu dibakar oleh hot anger. Kalau di pasal 3:9 sebelumnya, ketika orang Niniwe itu ketakutan dan mereka bertobat, dikatakan oleh orang Niniwe, “Siapa tahu kalau kita bertobat mungkin Allah akan berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala.” Dan setelah Allah berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sekarang justru murkanya Yunus yang bernyala-nyala. Tetapi kenapa Yunus marah, kenapa Yunus melihat ini sebagai great evil? Kemungkinan pertama adalah Yunus merasa ditipu atau dipermainkan oleh Tuhan. Karena Tuhan kirim Yunus untuk berkhotbah against segala kejahatan orang Niniwe. Dan sebagai nabi Tuhan, dia menyampaikan firman: dalam 40 hari Niniwe akan ditunggangbalikkan. Tetapi sekarang kenapa Niniwe diselamatkan? “Tuhan, Engkau membuat saya seolah-olah jadi nabi palsu.”
 
Saya pernah menyinggung bagaimana di sini Tuhan sebetulnya menggenapi khotbah Yunus. Karena ketika Yunus berkhotbah dalam 40 hari Niniwe akan haphak. Kata Ibrani dari tunggang balik itu haphak. Dan memang dalam Kitab Kejadian, kata yang sama menggambarkan bagaimana Allah menghancurkan Sodom dan Gomora. Tetapi kata haphak itu juga dipakai banyak dalam Perjanjian Lama. Ditunggangbalikkan itu juga sering dipakai dalam bagian lain misalnya ketika tongkat Musa berubah (haphak) menjadi ular; ketika air dari Sungai Nil itu haphak menjadi darah; dan juga bisa dalam keadaan yang lebih umum seperti misalnya Allah itu haphak dari kita dancing and feasting menjadi mourning. Dari berduka dan bersedih menjadi sukacita dan berdansa, itu juga menggunakan kata haphak. Atau ketika bagaimana kutukan dari Bileam diubah oleh Allah menjadi berkat, itu haphak. Dan bahkan ketika Saulus diurapi oleh Roh Kudus dikatakan Roh itu akan haphak, akan mengubah Saul menjadi manusia yang lain.
 
Di sini rupanya Allah menggenapi nubuat Yunus tetapi dengan sesuatu yang berbeda dari harapan Yunus. Yunus berkhotbah Niniwe akan ditunggangbalikkan dengan harapan akan dihancurkan. Dan Allah seolah-olah mengatakan, “Aku akan tunggang balikkan Niniwe, tetapi yang ditunggangbalikkan adalah hati mereka, dari jahat jadi bertobat.” Maka seorang penafsir mengatakan sebagai seorang penafsir kita bisa agak simpatik dengan Yunus. Kalau misalnya ini problemnya adalah sesuatu yang misterius yang kita memang tidak tahu, atau ada kerusakan dalam teks naskah yang kita punya, atau karena beda konteks sejarah, itu kita bisa mengerti. Tetapi ini ternyata ada beda makna karena Allah menggunakan permainan kata. Jadi mungkin di sini Yunus merasa dipermainkan. Tetapi apakah betul Yunus sebegitu tidak menyangka apa yang Allah akan lakukan? Karena dari pengakuan Yunus sendiri di Yunus 4:2, dia sudah curiga jangan-jangan Tuhan mau mengerjakan ini. Sekali lagi kita juga amazed perkataan Yunus ini disebut sebagai doa, disebut oleh penulis Yunus begitu. Karena sepertinya ini lebih mirip seperti marahnya Yunus kepada Tuhan. Tetapi mungkin memang dalam Kitab Yunus itu banyak parodi, banyak hal yang komikal. Tetapi banyak penafsir juga melihat ini disebut doa, karena di sini penulis Kitab Yunus ingin membandingkan apa yang menjadi doa Yunus di pasal 4 dengan doanya di pasal 2. Jadi kalau pasal 1 dan pasal 3 itu paralel menceritakan bagaimana Allah memanggil Yunus ke Niniwe, maka pasal 2 dan pasal 4 juga paralel yaitu doanya Yunus. Kalau di pasal 2 Yunus itu berdoa dari dalam perut ikan besar (sea monster) itu, maka di pasal 4 ini Yunus berdoa dari dalam “kota ikan” karena ada yang mengatakan arti dari Niniwe itu adalah kota ikan. Sebetulnya Niniwe itu ada kemiripan dengan Dewa Nina, dewanya mereka adalah patung ikan. Tetapi sekalipun tidak, kita juga mengerti bagaimana Niniwe, Babel, dan musuh-musuh orang Israel itu juga digambarkan oleh para nabi sebagai monster (Leviatan). Jadi di dalam perut monster Yunus berdoa.
 
Ada yang ironi yang sangat beda antara pasal 2 dan 4. Di pasal 2 itu Yunus berdoa dalam keadaan tenggelam di tempat yang paling dalam, dunia orang mati, tetapi Yunus malah menaikkan doa ucapan syukur, padahal harusnya doa minta ampun. Sebaliknya di pasal 4, Yunus berdoa di dalam kota di tanah kering, keadaan aman, bahkan sesudah mengalami kesuksesan dalam pelayanan. Tetapi bukannya menaikkan doa syukur, dia malah doa marah-marah. Dan di pasal 2 Yunus berdoa mengkritik, “Aku tidak seperti para penyembah berhala, karena mereka meninggalkan kasih setia Allah. Kalau aku, aku bersyukur atas kasih setia Allah. Keselamatan datangnya dari Allah.” Tetapi di pasal 4, ketika Allah menyatakan kasih setia-Nya, ketika Allah memberikan keselamatan-Nya kepada Niniwe, Yunus bukan saja meninggalkan kasih setia itu, tetapi Yunus membenci kasih setia Allah dengan segenap jiwanya. Karena kasih setia Allah yang Yunus sempat bersyukur kepadanya, sekarang kasih setia itu diberikan kepada musuhnya Yunus. Bagi Yunus, harusnya Allah menggenapi nubuat saya menghancurkan mereka. Atau paling tidak masih mendinglah kalau saya itu dibunuh Niniwe. Tetapi kalau Allah memberikan keselamatan bagi mereka, saya melihat itu sebagai great evil. Ironisnya, Yunus menyadari bahwa hal ini, belas kasihan yang Allah nyatakan kepada Niniwe adalah sesuatu yang memang muncul dari karakter Allah itu sendiri, yang memang Yunus sudah expect Tuhan akan berikan kepada Niniwe. Karena di pasal pertama Yunus mengatakan Allah pencipta dan pemilik alam semesta. Tetapi lebih daripada itu yang Yunus agak enggan ucapkan kalau terkait dengan musuhnya lebih daripada sebagai pencipta, Allah adalah Allah yang pengasih dan penyayang, Allah yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia, Allah yang menyesal atas malapetaka yang hendak Dia datangkan sebelumnya. Bayangkan kekurangajaran Yunus di sini. Dia ini nabi Tuhan, nabi Tuhan melihat evil ketika Tuhan menjadi Tuhan. Bukankah di sini sebetulnya akhirnya Yunus seolah-olah lebih menyembah berhala-berhala, allah-allah buatan dia sendiri? Karena dia tidak mengizinkan Allahnya untuk melakukan sesuatu sebagai Allah.
 
Isi doa Yunus yang menceritakan siapa Allah ini sudah kita singgung dalam pembahasan sebelumnya. Sekarang saya mengajak kita lebih fokus lagi, lebih menggali hal ini tentang Allah yang panjang sabar dan kasih setia itu. Karakter Allah yang seperti ini adalah suatu pengakuan iman orang Israel pada zaman itu. Ini salah satu pernyataan tentang Allah yang paling banyak disebutkan dalam Perjanjian Lama, sesuatu yang sebetulnya muncul dari perkataan Allah sendiri (Kel. 34:6-7). Ternyata ada bagian keduanya, ada seolah-olah dua sisi dari karakter Allah. Yang pertama menggambarkan kesabaran Allah, cinta kasih Allah, belas kasihan Allah, tetapi sisi keduanya menggambarkan keadilan Allah, Allah yang tegas menghukum dosa. Pertanyaannya sekarang kalau begitu kenapa sepertinya Yunus tidak boleh, mengklaim karakter Allah yang berikutnya ini, bahwa Allah adalah Allah yang menghukum orang berdosa seperti Niniwe? Bukankah itu juga perkataan Allah tentang diri-Nya, Dia yang tidak akan membebaskan orang bersalah, Allah pasti akan menghukumnya? Dan sebetulnya ini bukan pertama kali Allah menyatakan karakter seperti ini. Di pasal ke-20 ketika Allah memberikan 10 hukum, Allah juga mengatakan hal yang mirip ketika Dia memberikan hukum kedua (Kel. 20:5-6).
 
Sekali lagi, ada dua sisi dari karakter Allah: keadilan dan belas kasihan. Pertanyaannya kenapa seolah-olah Tuhan tidak mengizinkan Yunus mengklaim keadilan Tuhan bagi Niniwe? Hati-hati kalau kita jadi orang Kristen, seharusnya mengasihi, selalu mengampuni, jangan kita minta supaya Tuhan hukum orang. Karena sebetulnya dalam Alkitab ada seruan-seruan dari nabi Tuhan yang memang benar yang meminta keadilan Tuhan diberikan bagi orang jahat. Misalnya dalam Nahum 1:1-3. Dikatakan Kitab Nahum ini adalah ucapan Ilahi tentang Niniwe. Jadi ini sama bicara tentang Niniwe. Tetapi ayat kedua dan ketiganya, dikatakan Tuhan itu Allah yang cemburu dan pembalas. Dan ayat ketiga, memang ada sisi kesabaran dikatakan tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. Dan setelah itu isi Kitab Nahum adalah nubuat-nubuat penghakiman kepada Niniwe. Dan memang dalam sejarah diceritakan bagaimana akhirnya Niniwe dihancurkan oleh Tuhan. Sepertinya Yunus lahir di zaman yang salah. Karena Nahum itu adalah sekitar satu abad setelah Yunus, di mana Yunus sepertinya sangat ingin menubuatkan apa yang dinubuatkan Nahum, ingin sekali khotbah penghakiman Niniwe dan terutama bagaimana Tuhan menggenapi hal itu. Jadi kenapa dalam cerita Yunus Allah tidak mengabulkan keinginan Yunus itu? Jawabannya karena pada zaman Yunus, Niniwe itu memang masih hidup dalam zaman di mana Allah masih bersabar kepada mereka. Betul, Allah kita adalah Allah yang adil dan akan mendatangkan hukuman. Dia adalah Allah yang adil, tetapi Dia juga adalah Allah yang lambat untuk marah. Dia kasih kesempatan begitu panjang untuk orang itu bertobat, bahkan kota sejahat Niniwe betul-betul dikasih Tuhan kesempatan untuk bertobat.
 
Dan ketika Niniwe bertobat Tuhan betul-betul menyesal, tidak jadi mendatangkan malapetaka. Tetapi ketika Niniwe kembali kepada kejahatan yang mereka lakukan dan terus melakukan kejahatan sampai akhirnya menelan Israel Utara, maka waktu itulah Tuhan mendatangkan keadilan-Nya. Jadi kita di sini mendapatkan nuance, memang ada dua sisi dari karakter Allah. Allah memang adil tetapi Dia juga adalah Allah yang lambat untuk marah dan mendatangkan murka-Nya itu karena Dia ingin menyatakan belas kasihan. Allah yang sangat kontras dengan Yunus yang sumbu pendek itu.
 
Dan ini adalah pengertian tentang pengakuan iman orang Israel yang menceritakan nama Allah yang sedemikian. Allah menyebutkan nama ini, Musa sadar konteksnya itu ketika Allah memberikan sepuluh hukum dan di mana hukum kedua dikatakan, “Jangan membuat bagimu patung lalu menyembah kepadanya, karena Aku adalah Allah yang cemburu, Allah yang akan menghukum,” baru Dia memberikan hukum itu kepada Musa. Di bawah, orang Israel membuat patung lembu emas. Dan ketika Allah akan membinasakan Israel, Musa berdoa syafaat bagi mereka. Dan Allah menyatakan diri-Nya sekali lagi, Tuhan panjang sabar dan kasih setia dan Dia akhirnya mengampuni orang Israel itu. Maka Musa mengerti apa arti nama ini, Dia adalah Allah yang kita tidak bisa mainmain di hadapan-Nya. Dia adalah Allah yang akan menghukum dosa. Tetapi Dia juga adalah Allah yang sangat ingin memberi kita kesempatan untuk bertobat dan diselamatkan. Itulah kenapa ketika di padang gurun, ketika ada kali lain di mana Allah kembali murka kepada Israel dan akan membinasakan mereka yaitu ketika Allah sudah menyatakan penyertaan-Nya dengan roti manna, tiang awan, tiang api dan ketika Allah pimpin mereka sampai ke pinggir tanah perjanjian. Hanya karena dengar laporan para pengintai, orang Israel jadi ciut hati dan bersungut-sungut menyalahkan Tuhan, ingin kembali ke Mesir. Ketika seolah-olah Allah hampir habis kesabaran-Nya, Musa kembali mengutip ucapan Tuhan sendiri (Bil. 14:18-19).
 
Ketika orang Israel menggunakan ayat ini, yang menceritakan Allah mereka yang panjang sabar itu, betul ada 2 sisi tetapi selalu penekanannya Dia adalah Allah yang sabar dan siap mengampuni kalau engkau bertobat. Dan betapa mazmur orang Israel juga dipenuhi dengan hal ini, mereka mengucap syukur Allah mereka seperti ini terhadap mereka. Yang jadi problem adalah seperti ketika Yunus melihat kasih setia Allah ternyata bukan hanya diberikan bagi Israel tetapi juga bagi musuhnya, itu yang membuat Yunus marah dengan bernyala-nyala. Di mana kesalahan Yunus? Seorang penafsir Phillip Cary mengatakan marah itu boleh karena Allah sendiri marah. Marah itu adalah sisi satunya dari keadilan. Ketika ada ketidakadilan terjadi, maka seharusnya kita marah. Tetapi sering kali sebagai manusia berdosa, kemarahan yang suci itu twisted menjadi kemarahan yang berdosa. Maka sekalipun betul Allah yang suci itu pun marah dan harusnya kita juga ikut marah, tetapi ketika kita membaca Alkitab bicara tentang amarah manusia, jauh lebih banyak Alkitab menyatakan sebagai hal yang negatif, karena lebih sering kita marah untuk hal yang salah ketimbang untuk hal yang benar. Khususnya ketika orang yang berbuat jahat kepada kita itu bertobat, karena ternyata kita bukan marah karena ketidakadilan itu, tetapi kita marah kalau kita tidak bisa balas dendam. Itulah kenapa di dalam Allah menyatakan diri-Nya kepada kita, dua sisi karakternya ini. Kita percaya keadilan Allah sempurna, belas kasihan Allah sempurna, tidak ada yang lebih besar satu daripada yang lainnya, tetapi ketika menyatakan diri-Nya kepada kita Dia lebih menekankan belas kasihan. Karena dua sisi dari karakter Allah ini punya dampak kepada panggilan kita sebagai umat Allah.
 
Sebagaimana ketika Allah memanggil Abraham, Dia mengatakan, “Abraham, Aku akan memberkati orangorang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau.” Ada 2 sisi. Tetapi kalimatnya tidak selesai di situ, dilanjutkan, “dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Jadi betul, sebagai umat Allah, ada orang yang akan memberkati kita, ada orang yang akan mengutuki kita. Tetapi panggilan kita sebagai umat Allah di dunia ini adalah menjadi berkat bagi semua orang. Dan itu yang Allah ingin ajarkan kepada Yunus. Allah yang slow to anger, begitu sabar melihat kesalahan kita.
 
Yunus 4:3-4. Yunus akhirnya minta mati, “Cabutlah kiranya nyawaku.” Tuhan tanya Yunus, “Apakah kamu marah ini hal yang baik?” Kita bisa bicara bagaimana permintaan Yunus untuk mati ini juga mengingatkan kita pada beberapa kisah Perjanjian Lama yang lain. Khususnya bagian selanjutnya ayat 5 dan seterusnya, dikatakan Yunus itu dengan kesal pergi keluar dari kota Niniwe selama satu hari perjalanan jauhnya, dia duduk di bawah pohon dan minta mati. Kita ingat juga tokoh Elia, yang pasti Yunus juga tahu ceritanya. Elia berjalan satu hari jauhnya keluar dari kota duduk di bawah pohon dan minta mati. Tetapi di sini penulis Kitab Yunus ingin menunjukkan kontras dari Yunus dengan tokoh-tokoh penting dalam Israel. Elia minta mati dalam kondisi dia dikejar-kejar oleh raja dan ratu yang tidak mau bertobat. Dia sedih melihat keadaan bangsanya yang tidak bertobat dan dia minta mati dalam keadaan putus asa. Tetapi Yunus, dia minta mati karena dia melihat ada orang bertobat, melihat ada orang diselamatkan. Dia minta mati dalam keadaan marah. Singkat cerita kita melihat bagaimana kemudian Allah berespons kepada permintaan Yunus ini dengan pertanyaan, “Is it good, Jonah?” Allah bisa saja membiarkan Yunus, tinggalkan Yunus atau bahkan kasih apa yang Yunus minta. Tetapi dalam bagian ini justru sepertinya Allah sekarang itu full attention kepada Yunus. Kalau sebelumnya concern-Nya adalah Niniwe, sekarang Dia ajak Yunus bicara dengan lemah lembut seperti seorang ayah yang sedang menasihati anaknya yang sedang merajuk. Dan seperti anak kecil yang sedang merajuk, Yunus kasih Tuhan silent treatment, tidak mau jawab apa-apa. Memang menarik di bagian berikutnya, nanti Allah merespons silent treatment-nya Yunus ini dengan cerita yang aneh luar biasa. Yunus pergi keluar lalu bikin pondok, Tuhan tumbuhkan pohon, lalu kirim angin panas, kirim ulat. Lalu Allah tanya lagi, “Yunus, baikkah kamu marah?” Dan yang kali kedua itu Yunus jawab pertanyaan Tuhan bahwa memang sepatutnya dia marah. Dan setelah Yunus jawab seperti itu, Allah beri last speech yang menutup buku Yunus ini di ayat 10-11, yang terdiri dari 39 kata Ibrani. Dan menariknya, doa Yunus di ayat 2-3, complaint dia ke Tuhan itu pun terdiri dari 39 kata Ibrani. Luar biasa Kitab Yunus ini.
 
Untuk menutup renungan kita hari ini, dalam bagian ini kita bisa melihat betul, Allah itu penuh belas kasihan, cinta kasih, panjang sabar. Dan kadang kita melihat ini hal yang bagus, Allah saya seperti ini penuh cinta kasih. Kadang kita lupa ada sisi scandalous dari kasih Allah itu. Bicara kasih Allah tidak segampang itu, khususnya ketika Dia memberikannya kepada musuh kita, kepada orang yang kita benci.
 
Ada seorang bernama Gordon Wilson dari Irlandia. Ini cerita tentang pengampunan. Suatu hari dalam perayaan nasional di Irlandia, Gordon dan keluarganya pergi menghadiri. Tetapi teroris-teroris IRA menaruh bom di tempat pertemuan itu dan akhirnya banyak korban dan kerusakan terjadi. Ketika bom itu meledak, Gordon Wilson dan putrinya di sebelahnya yang menjadi perawat itu tertimpa oleh puing-puing reruntuhan. Waktu itu mereka masih hidup, mereka sekadar terjebak selama berjam-jam di reruntuhan itu dan Gordon berpegangan tangan dengan putrinya. Mereka bercakapcakap tetapi kemudian yang terakhir yang dia dengar dari putrinya, “Daddy, I love you so much.” Tidak lama setelah itu ada orang yang membantu mereka, mengeluarkan tubuh mereka dari runtuhan puing itu, tetapi putrinya tidak sadarkan diri dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Ketika Gordon Wilson diwawancarai oleh CNN, dia mengatakan, “Saya tidak ada dendam kepada para teroris itu. Bitter talk is not going to bring her back to live. I will pray tonight and every night for the men who did this that God will forgive them.” Jurnalis itu mengatakan, “Di dalam 25 tahun sejarah kekerasan Irlandia, tidak ada perkataan yang sedemikian powerful.” Ini satu hal yang luar biasa. Tetapi yang jauh lebih mencengangkan adalah apa yang terjadi berikutnya. Ketika beberapa tahun lewat, ada orang yang berkomentar tentang Gordon Wilson secara negatif. Banyak yang mengatakan, “Kamu harusnya jangan mengampuni. Ayah macam apa kamu, kenapa bisa mengampuni teroris yang bunuh putri kamu seperti itu.” Akhirnya Gordon Wilson menerima banyak surat yang membenci pengampunan dia bagi para teroris itu.
 
Pengampunan Tuhan itu memang sangat scandalous, seperti penuh dengan aib yang tidak make sense. Itu seperti bukan di dunia ini. Kita lebih ingin Allah yang mendatangkan keadilan. Ada satu perkataan dari film Korea Hellbound yang mengatakan, “Ada satu kerinduan dalam diri setiap manusia yang menginginkan datangnya penghakiman Ilahi bagi setiap orang berdosa.” Jadi ada kerinduan bagi manusia itu untuk menghukum setiap orang berdosa. Maka ketika ada konsep pengampunan, belas kasihan, itu konsep yang tidak mudah diterima.
 
Ada tiga macam orang, yang pertama adalah peace breaker (penghancur perdamaian). Ini adalah orang yang kelihatannya berani, ada apa dia akan langsung katakan penuh dengan keberanian, kemarahan, dan tidak peduli kalau kemudian relasi jadi rusak. Dalam relasi suami istri kadang ada yang seperti ini. Ada yang satu salah, langsung di-point out apa salahnya. Tetapi yang kedua, ada namanya peace faker (pemalsu perdamaian). “Sudahlah terima saja, memang orang ini tidak bisa diajak bicara, kita tidak ada masalah.” Seolah-olah hidup kita tidak ada musuh, tetapi kita pendam terusmenerus sampai akhirnya mungkin meledak. Yang paling mudah jadi peace breaker. Ya langsung saja ngomong, tidak usah dipendam, itu jadi orang paling mudah. Yang mungkin agak susah tetapi sebetulnya ini juga agak mencari aman yaitu peace faker. Tetapi panggilan kita sebagai orang Kristen adalah jadi peace maker. And it is the most difficult one untuk menjadi pembawa damai.
 
Tadi saya lihat di lagu pujian Crown Him with Many Crowns, bait ketiga. Tuhan Raja Damai (the Lord of peace) kuasa-Nya besar. Di tengah ancaman perang, doa terus terdengar. Kerajaan-Nya kekal, milik-Nya selamanya. Darah-Nya yang telah tercurah berkenan di surga. Kalimat kedua tadi menarik. Di tengah peperangan, doa terus terdengar kepada Sang Raja Damai ini. Sekarang di tengah kita juga mendengar banyak peperangan sini dan sana, kita berdoa supaya Tuhan mendatangkan damai. Pertanyaannya, perdamaian dengan cara apa yang kita expect? Dengan tentara Amerika datang bawa senjata, mengalahkan musuh/rebel? Itu terlalu mudah kalau caranya seperti itu. Karena panggilan Tuhan bagi umat-Nya adalah mendatangkan perdamaian dengan cara yang scandalous yaitu dengan mengampuni musuh. Hanya dengan cara itu lingkaran kebencian itu akhirnya bisa selesai. Namun bagaimana mungkin kita expect ada perdamaian yang datang karena pengampunan yang sepertinya begitu konyol ini? Jawabannya memang tidak mungkin, selain itu sesuatu yang kita sendiri sudah lihat, Tuhan kerjakan bagi kita. Tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia yang tidak pernah melihat pengorbanan Kristus di kayu salib. Bahkan bagi kita yang sudah terima pengampunan pun kadang juga susah. Tetapi justru itu panggilan kita sebagai umat Tuhan untuk setiap musuh yang Tuhan karuniakan dalam hidup kita. Musuh-musuh itu adalah hadiah Tuhan bagi kita, untuk kita bersama bisa belajar mempraktikkan kasih yang tidak mungkin ini. Untuk kita belajar mengajarkan kepada dunia Allah yang sepertinya impossible ini, Allah yang begitu lambat untuk marah; Allah yang menghukum orang berdosa, tetapi juga lambat untuk marah. Dan dengan cara itulah kita umat Allah bisa menjadi berkat bagi banyak bangsa.

With the Best Music